Rabu, 06 Oktober 2010

toyota way

Budaya Organisasi Toyota
(Toyota Way)
I.PENDAHULUAN
Sejarah toyota
Toyota Motor Corporation didirikan pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis Toyota. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus 1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini.
Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia. Merek yang memproduksi 1 mobil tiap 6 detik ini ternyata menggunakan penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama keluarga pendirinya, Toyoda. Inilah beberapa tonggak menarik perjalanan Toyota.
Toyota merupakan pabrikan mobil terbesar ketiga di dunia dalam unit sales dan net sales. Pabrikan terbesar di Jepang ini menghasilkan 5,5 juta unit mobil di seluruh dunia. Jika dihitung,



angka ini ekuivalen dengan memproduksi 1 unit mobil dalam 6 detik.
Toyota sendiri didirikan oleh Sakichi Toyoda, yang berawal dari sebuah industri tekstil (Marimutu Sinivasan, pendiri Texmaco, usahawan besar tekstil di Indonesia, berusaha menirunya dengan mengembangkan sektor otomotif bermerek PERKASA.
Dibandingkan dengan industri-industri otomotif lain yang menggunakan nama pendirinya sebagai merek dagang seperti Honda yang didirikan oleh Soichiro Honda, Daimler-Benz (Gottlieb Daimler dan Karl Benz, Ford (Henry Ford, nama Toyoda tidaklah dipakai sebagai merek. Karena berangkat dari pemikiran sederhana dan visi waktu itu, penyebutan Toyoda kurang enak didengar dan tidak akrab dikenal sehingga diplesetkan menjadi Toyota.
Sakichi Toyoda lahir pada bulan Februari 1867 di Shizuoka, Jepang. Pria ini dikenal sebagai penemu sejak berusia belasan tahun. Toyoda mengabdikan hidupnya mempelajari dan mengembangkan perakitan tekstil. Dalam usia 30 tahun Toyoda menyelesaikan mesin tenun. Ini kemudian mengantarnya mendirikan cikal bakal perakitan Toyota, yakni Toyoda Automatic Loom Works, Ltd. pada November 1926.
Di sini hak paten mesin tekstil otomatisnya kemudian dijual kepada Platt Brothers & Co Ltd. dari Inggris, Britania Raya. Hasil penjualan paten ini, dijadikan modal pengembangan divisi otomotif. Mulai tahun 1933, ketika Toyoda membangun divisi otomotif, tim yang kemudian banyak dikendalikan oleh anaknya Kiichiro Toyoda, tiada henti menghasilkan inovasi-inovasi terdepan di zamannya. Mesin Tipe A berhasil dirampungkan pada 1934. Setahun kemudian mesin ini dicangkokkan prototipe pertama mobil penumpang mereka, A1. Divisi otomotif Toyoda juga menghasilkan truk model G1.
Di tahun 1936 mereka meluncurkan mobil penumpang pertama mereka, Toyoda AA (kala itu masih menggunakan nama Toyoda). Model ini dikembangkan dari prototipe model A1 dan dilengkapi bodi dan mesin A. Kendaraan ini dari awal diharapkan menjadi mobil rakyat. Konsep produk yang terus dipegang Toyota hingga sekarang.
Empat tahun menunggu dirasa cukup melahirkan perusahaan otomotif sendiri dan melepaskan diri dari industri tekstil mereka. Kemudian tahun 1937 mereka meresmikan divisi otomotif dan memakai nama Toyota, bukan Toyoda seperti nama industri tekstil. Pengambilan nama Toyota dalam bahasa Jepang terwakili dalam 8 karakter, dan delapan adalah angka keberuntungan bagi kalangan masyarakat Jepang. Alasan lain yang dianggap masuk akal adalah industri otomotif merupakan bisnis gaya hidup dan bahkan penyebutan sebuah nama (dan seperti apa kedengarannya), menjadi sisi yang begitu penting. Karena nama Toyoda dianggap terlalu kaku di dalam bisnis yang dinamis sehingga diubah menjadi Toyota yang dirasa lebih baik. Tak ayal, tahun 1937 merupakan era penting kelahiran Toyota Motor Co, Ltd. cikal bakal raksasa Toyota Motor Corp (TMC) sekarang.
Semangat inovasi Kiichiro Toyoda tidak pernah redup. Toyota kemudian berkembang menjadi penghasil kendaraan tangguh. Di era 1940-an, Toyota sibuk mengembangkan permodalan termasuk memasukkan perusahaan di lantai bursa di Tokyo, Osaka dan Nagoya.
Setelah era Perang Dunia II berakhir, tahun 1950-an merupakan pembuktian Toyota sebgai penghasil kendaraan serba guna tangguh. Waktu itu kendaraan Jeep akrab di Jepang. Terinspirasi dari mobil ini, Toyota kemudian mengembangkan prototipe Land Cruiser yang keluar tahun 1950. Setahun kemudian meluncurkan secara resmi model awal Land Cruiser yakni model BJ.
Buln Juli tahun itu, test drivernya Ichiro Taira mengakhiri uji coba dengan hasil luar biasa. Diinspirasi oleh tokoh Samurai Heikuro Magaki yang mendaki Gunung Atago di atas kuda tahun 1643, Taira mengemudikan Toyota BJ-nya ke kuil Fudo di kota Okasaki. Ini sekaligus dipakai sebagai promosi ketangguhan mobil segala medan ini. Tak lama berselang, Toyota Land Cruiser mulai menandingi dominasi Jeep Willys. Bahkan dengan model-model selanjutnya, Toyota Land Cruiser bisa diterima di pasar yang kala itu sulit ditembus yakni Amerika Utara. Lewat model ini, Toyota masuk ke pasar-pasar di berbagai belahan dunia, Termasuk di Indonesia yang dikenal sebagai sebagai Toyota Hardtop Land Cruiser FJ40/45. Di Afrika, model-model Toyota Land Cruiser ini digunakan sebagai Technical alias jip bersenjata yang dibekali senapan mesin ringan, berat atau bahkan senjata basoka tanpa tolak balik (Recoilless bazooka) dan diterjunkan sepanjang konflik-konflik bersenjata dengan kinerja sangat tangguh.
Toyota tidak hanya dikenal melalui Toyota Land Cruiser. Mereka juga mengembangkan model yang menjadi favorit dunia, sedan kecil. Lewat Corolla yang memulai debutnya pada tahun 1966, sedan mungil generasi awal ini memakai penggerak belakang mengubah tatanan sedan bongsor yang populer saat itu menuju arah sedan kecil yang kompak, irit dan ringkas. Memasuki tahun 1975, Corolla masuk dalam generasi ketiga dan terjual lebih dari 5 juta unit. Hal yang menakjubkan ini masih kokoh hingga sekarang. Mesin mobil Corolla ini kemudian digunakan di Indonesia sebagai mesin untuk kendaraan niaga keluarga serbaguna, Toyota Kijang generasi awal yang dikenal sebagai Kijang Buaya.
Sejalan makin mengglobalnya produk Toyota, mereka sadar tidak mempunyai grafik logo. Bahkan di Indonesia dijumpai kendaraan bermerk Toyota seperti Toyota Kijang dengan logo TOYOTA pada grill di bagian bonnet (hidung) mobil. Di tahun 1989 Toyota akhirnya memutuskan untuk membuat dua lingkaran oval (elips) yang menghasilkan huruf T dan ellips ketiga mengisyaratkan akan the spirit of understanding in design. Lingkaran ketiga itu sekaligus mengelilingi kedua lingkaran ellips sebelumnya yang berbentuk T itu sebagai bukti menjaga dan mempengaruhi sekelilingnya.
Di tahun 1990-an, Toyota semakin membuktikan bahwa mobil Jepang dapat bersaing dengan mobil Eropa dan Amerika. Toyota Celica berhasil menjadi juara rally dunia, dan Toyota Camry menjadi mobil paling laris di Amerika.
Dengan sejarah toyota diatas maka pada paper berikut ini penulis akan membahas faktor-faktor yang mendukung mengapa kesuksesan Toyota dalam menghadapi persaingan internasional,tetapi penulis akan lebih menjelaskan faktor budaya (Toyata Way) yang merupakan faktor utama mengapa Toyota bisa menjadi perusahaan otomotif terbesar di dunia.
II PEMBAHASAN
Teori Budaya Organisasi
Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal mula dan memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi.Bagaimanapun juga, baru-baru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai suat dimensi utama dalam memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein (1984) mengungkapkan bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran kunci budaya organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya, maka telaah terhadap konsep ini perlu dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya.Banyaknya definisi tentang budaya organisasi diajukan oleh para pakar seperti
halnya Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu"persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu dan menjadi suatu sistem dari makna bersama." Sementara itu, Schein (1991) memilih definisi yang dapat menjelaskan bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti sekarang ini, atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Untuk itu diperlukan definisi yang dapat membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah. Schein akhirnya memberikan definisi yang lebih dapat diterima oleh berbagai pihak yaitu bahwa budaya organisasi merupakan :
"a pattern of basic assumptions that a given group has invented, discovered, or developed in
learning to cope with its problems of external adaptation and internal integration, and that have worked well enough to be considered valid, and therefore, to perceive, think, and feel in relation to those problems."
Terdapat beberapa teori utama budaya organisasi yang telah meluas dikenal di kalangan teoritisi dan praktisi organisasi. Pertama adalah teori yang dikemukakan oleh Kluckhon-Strodtbeck (dalam Robbins 1996) yang mengemukakan enam dimensi budaya dasar. Masing-masing dimensi ini memiliki variasi yang membedakan antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Dimensi pertama adalah hubungan dengan lingkungan yang memiliki variasi dominasi terhadap lingkungan, harmoni dengan lingkungan, dan tunduk atau didominasi oleh lingkungan. Dimensi kedua adalah orientasi waktu yang memiliki variasi tentang orientasi pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dimensi ketiga adalah kodrat atau sifat dasar manusia yang bervariasi tentang pandangan bahwa pada dasarnya manusia itu baik, atau buruk, atau campuran antara baik dan buruk. Dimensi keempat adalah orientasi kegiatan yang memiliki variasi adanya penekanan untuk melakukan tindakan, penekanan untuk menjadi atau mengalami sesuatu, dan penekanan pada upaya mengendalikan kegiatan. Dimensi kelima ialah fokus tanggungjawab yang mempunyai variasi individualistis, kelompok, atau hierarkis. Dimensi terakhir yaitu konsep ruang yang tumpuan variasinya terletak pada kepemilikan ruang yang terbagi pada variasi pribadi, publik atau umum, dan campuran antara keduanya. Teori berikutnya diungkapkan oleh Hofstede (1980 dan 1984) setelah mempelajari budaya organisasi di berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat
dimensi budaya, yaitu : individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidak-pastian, dan tingkat maskulinitas.Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya" atau "kami". Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan. Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka (Hofstede 1983). Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembagalembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan Atau membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidak pastian memiliki konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi mereka. Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
Semangat penelitian Hofstede (dalam Gibson & Ivanicevich & Donnely 1996) ini mengundang perkembangan telaah budaya organisasi yang semakin meluas di kalangan teoritisi organisasi dan manajemen. Namun demikian beberapa kritik tetap dilontarkan berkaitan dengan keterbatasan penelitian tersebut untuk digeneralisasikan, serta keraguan akan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dipergunakan. Selain itu, kritik terutama tertuju pada kemampuan empat dimensi tersebut menjelaskan budaya yang sesungguhnya sehingga dianggap kurang mampu menjelaskan fenomena budaya yang jauh lebih kompleks. Selanjutnya adalah teori yang dikemukakan Schein (dalam Hatch 1997) yang mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat ditemukan dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama adalah artifak (artifacts) dimana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali
tidak dapat diartikan. Tingkat kedua adalah nilai (values) yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Tingkat ketiga adalah asumsi dasar dimana budaya diterima begitu saja (taken for granted), tidak kasat mata, dan tidak disadari. Tingkat analisis artifak bersifat kasat mata yang dapat dilihat dari lingkungan fisik organisasi, arsitektur, teknologi, tata letak kantor, cara berpakaian, pola perilaku yang dapat dilihat atau didengar, serta dokumen-dokumen publik seperti anggaran dasar,materi orientasi karyawan, dan cerita. Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena data mudah didapat tetapi sulit ditafsirkan. Dengan analisis ini dapat diuraikan bagaimana suatu kelompok menyusun lingkungannya dan apa pola perilaku yang dapat dilihat dari kalangan anggotanya, tetapi seringkali analisis ini tidak dapat memahami logika yang mendasarinya, mengapa suatu kelompok berperilaku seperti yang mereka lakukan. Untuk menganalisis mengapa anggota berperilaku seperti yang mereka perlihatkan maka perlu diketahui nilai-nilai yang mengarahkan perilaku. Namun nilai
sulit diamati secara langsung, oleh karena itu seringkali perlu untuk menyimpulkan mereka melalui wawancara dengan anggota-anggota kunci organisasi atau menganalisis kandungan artifak seperti dokumen dan anggaran dasar. Tetapi, dalam mengidentifikasi nilai-nilai tersebut biasanya mereka menggambarkan secara akurat nilai-nilai yang didukung dalam budaya tersebut. Artinya, mereka difokuskan pada apa yang dikatakan orang sebagai alasan perilaku mereka. Apa yang secara ideal mereka harapkan merupakan alasan perilaku tersebut, dan yang seringkali merupakan rasionalisasi (baca :pembenaran) bagi perilaku mereka. Namun alasan mendasar bagi perilaku mereka tetap saja tersembunyi atau tidak disadari. Untuk benar-benar memahami suatu budaya dan untuk lebih memastikan secara lengkap nilai-nilai dan perilaku nyata dari suatu kelompok, perlu diselidiki asumsi yang mendasarinya, yang biasanya tidak disadari, tetapi secara aktual menentukan bagaimana para anggota kelompok berpersepsi, berpikir, dan merasakan. Asumsi seperti ini dengan sendirinya merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-nilai yang didukung (espoused value). Tetapi ketika nilai menyebabkan perilaku dan ketika perilaku tersebut mulai memecahkan masalah, maka nilai itu ditransformasi menjadi asumsi dasar tentang bagaimana sesuatu itu sesungguhnya. Bila asumsi telah diterima begitu saja, maka kesadaran menjadi tersisih. Dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan atau tidak. Bila nilai tersebut diterima apa adanya (taken for granted) maka ia disebut sebagai asumsi, namun bila ia masih bersifat terbuka dan dapat diperdebatkan maka istilah nilai lebih sesuai (Schein 1991).
Mengacu kepada tingkatan asumsi dasar untuk memahami budaya organisasi, Schein memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi. Beberapa dimensi asumsi dasar tersebut adalah :
1. Keterkaitan lingkungan organisasi. Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat melalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik. Kedua, tentang apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi, apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau yang lainnya. Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungan, apakah
organisasi mendominasi, atau didominasi oleh, atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.
2. Hakikat realitas dan kebenaran. Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah-kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan. Terdapat empat dimensi dari aspek ini. Pertama, realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria obyektif atas fakta. Kedua, realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma, dan prinsip. Ketiga, realitas subyektif yang mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat, kecenderungan, dan cita rasa pribadi. Keempat,Mengenai kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang-orang bijak atau orang-orang yang berwenang, proses hukum, resolusi konflik, uji coba, atau pengujian ilmiah.
3. Hakikat sifat manusia. Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut-atribut yang dianggap intrinsik atau puncak ? Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang sifat dasar manusia yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk, atau netral ? Kedua, mengenai perubahan sifat tersebut yaitu apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan ? Mana yang lebih baik misalnya antara teori X atau teori Y ?
4. Hakikat kegiatan manusia. Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia diatas, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi, fatalistik, atau yang lainnya ? Apa yang dimaksud dengan kerja dan apa yang dimaksud dengan main ? Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni ?
5. Hakikat hubungan antar manusia. Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta ? Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif; individualistik, kolaboratif kelompok atau komunal ? Yang jelas terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas. Selanjutnya Schein menambahkan pula dua asumsi dasar lagi dalam karyanya tersebut sebagai sub dimensi hakikat realitas dan kebenaran. Dua asumsi tambahan ini adalah :
6. Hakikat waktu. Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, arahan fokus yang menyangkut masa lalu, kini, dan masa mendatang. Kedua, konsep dasar wakt tentang apakah waktu itu bersifat linear (monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga, tentang apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut, yaitu apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari, minggu, bukan, tahun, dan seterusnya.
7. Hakikat Ruang. Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi mengenai konsep ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini. Pertama, ketersediaan ruang yang menyangkut apakah ruang itu tersedia, ataukah tersedia namun terbatas, ataukah terbatas dalam pandangan orang-orang tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai simbol yang berkenaan dengan pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga, fungsi ruang sebagai norma 'jarak', yaitu jarak antara formal-informal , dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak dalam pertemuan dan hubungan dengan orang luar.

Budaya Toyota (Toyota way)
Profesor Jeffrey K. Liker telah mempelajari perusahaan Toyota selama 20 tahun, dan mendapat akses istimewa ke para eksekutif, karyawan dan pabrik Toyota, di Jepang maupun di AS untuk bukunya yang luar biasa ini. THE TOYOTA WAY mengungkapkan 14 prinsip-prinsip dasar “lean production” dari perusahaan terhebat di dunia.
Perusahaan Toyota ini memiliki reputasi sempurna dalam hal kualitas, penurunan biaya, dan menembus pasar dengan produk yang laris. Hasilnya adalah perusahaan yang sangat menguntungkan dilihat dari standar apa pun, mengalahkan GM Ford dan Chrysler, bahkan Lexus-nya menumbangkan Mercedec Benz, BMW dan Jaguar dalam pasar mobil mewah.
Yang bisa dipelajari dari Perusahaan Toyota ?
• Gandakan atau lipat tigakan kecepatan proses produksi apa pun.
• Bangun kualitas ke dalam sistem pekerjaan.
• Menumbuhkan atmosfer peningkatan dan pembelajaran berkelanjutan.
• Memuaskan pelanggan (dan sekaligus menghilangkan pemborosan).
• Menomor satukan kualitas sejak awal.
• Mendidik pemimpin dari dalam dan bukan secara terus menerus merekrutnya dari luar (jika benar-benar diperlukan aja).
• Mengajar karyawan peduli kualitas dan sebagai pemecah permasalahan.
• Tumbuh bersama dengan pemasok dan mitra demi kuntungan bersama.

Kekuatan Kelas Dunia dari Toyota Way
• Toyota Way, menggunakan keunggulan operasional sangat strategis.
• Toyota pertama kali menjadi perhatian dunia pada tahun 1980-an yaitu mobil yang bertahan lebih lama dibandingkan mobil Amerika serta memerlukan jauh lebih sedikit reparasi,saat ini.
• Toyota adalah produsen mobil ketiga terbesar di dunia di belakang General Motors dan Ford.
• Laba tahunan Toyota pada akhir 2003 $ 8.13 M lebih besar dari laba gabungan dari GM, Chrysler dan Ford, marjin Toyota 8,3 kali lebih tinggi dari pada rata-rata industri.
• Ketika saham dari perusahaan tiga besar menurun tahun 2003, malah saham Toyota meningkat 24 % dibanding tahun 2002.
• Toyota adalah produsen mobil nomor 1 di Jepang.
• Toyota merupakan lean production juga dikenal dengan Toyota Production System atau TPS, yang telah memicu tranformasi global di hampir segala industri di seluruh dunia.
• Toyota memiliki proses pengembangan tercepat di dunia perancang mobil dan truk-truk baru hanya memerlukan waktu 12 bulan,bahkan bisa kurang,sementara persaingannya perlu waktu sampai 3 tahun.
• Toyota berasal dari reputasi kualitas yang benar Statistik yang diperoleh Consumer Reports edisi 2003.
• Dalam kategori mobil kecil (Toyota, Corolla, Ford Escort, GM Cavalier, dan Chrysler Neon), Toyota selalu menang selama tiga tahun terakhir dalam hal kehandalan secara keseluruhan begitu juga pada 3 tahun sebelumnya.
• Untuk sedan kelas keluarga Toyota Camry, mengalahkan Ford Taurus, GM Malibu, dan Dodge Intrepid, dalam waktu tiga tahun terakhir, demikian 3 tahun sebelumnya, dan diramalkan dalam hal kehandalan untuk model bisa menang di tahun 2003.
• Lebih dari setengah abad bahwa mobil bekas Toyota direkomendasikan untuk dibeli, dibandingkan dengan mobil bekas keluaran Ford yang hanya kurang dari 10 % dan mobil GM yang hanya 5 % dan tidak ada sama sekali mobil Chrysler.

Bagaimana Toyota menjadi perusahaan manufaktur terbaik dunia :
• Hasil yang paling dilihat adalah dari filosofi manufaktur yang disebut TPS (Toyota Production System).
• Perusahaan Toyota adalah Generasi kepemimpinan yang konsisten.
• Pada tahun 1930 dia menggunakan modal untuk memulai membangun Toyota Motor Corp.
• Dalam perjalanan kerja keras anak dari Toyoda memulai produksi mobil.
• Dalam perjalanan membangun Mobil, terjadi Perang Dunia II dan terjadi Jepang kalah. Tapi Amerika menyadari kebutuhan akan truk dari buatan Toyota dan Toyota memproduksi kembali.
• Anggota keluarga Toyoda dibesarkan dengan filosofi yang serupa, mereka semua belajar untuk turun tangan secara langsung. Mereka semua memiliki visi untuk menciptakan sebuah perusahaan yang istimewa dengan masa depan yang panjang sekarang Toyota Way telah disebar luaskan tidak saja kepada para pemimpin di Jepang tetapi juga pada mitra kerja Toyota di seluruh dunia. Toyota selalu mengajarkan dan memperkuat sistim . Untuk benar-2 berinovasi dan berpikir secara mendalam mengenai masalah berdasarkan fakta-fakta yang nyata.

Inti Toyota Production System adalah menghilangkan pemborosan. Toyota telah mengindentifasikan 8 jenis pemborosan yang selalu terus menerus dicari Toyota untuk dikeluarkan dari prosesnya yaitu :
1. Produksi berlebih
2. Waktu menunggu
3. Transport yang tidak diperlukan
4. Pemrosesan berlebih
5. Persediaan berlebih
6. Gerakan yang tidak diperlukan
7. Cacat
8. Kreativitas karyawan yang tidak digunakan

Bagaimana cara membedakan pekerjaan yang menambah nilai dari pemborosan, contoh :
Dalam suatu kantor semua Insinyur sangat sibuk merancang produk, duduk di depan komputer, apakah mereka melakukan hal tersebut menambah nilai ?
Jawabnya kita bisa mengukur dengan nilai adalah ketika Insinyur sedang :
• Mengubah informasi menjadi sebuah desain.
• Pekerjaan mereka benar-benar menambah nilai pada saat menciptakan produk akhir.


14 Prinsip Toyota Way (Filosofi jangka panjang )
Prinsip 1.
Ambil keputusan manajerial berdasarkan filosofi jangka panjang, meskipun mengorbankan sasaran keuangan jangka pendek . Diantaranya :
• Miliki misi filosofi yang menggantikan pengambilan keputusan bekerja tumbuh dan selaraskan seluruh organisasi untuk mencapai sasaran bersama.
• Ciptakan nilai bagi pelanggan masyarakat dan perekonomian ini adalah titik Awal anda. Evaluasi kemampuan pada setiap fungsi.
• Bertanggung jawablah. Usahakan memutuskan nasib anda sendiri. Bertindak Secara mandiri dan percaya kepada kemampuan anda sendiri. Terima tanggung jawab atas tindakan anda,dan pelihara yang memungkinkan anda menambah nilai.

Proses yang benar akan menghasilkan hasil yang benar
Prinsip 2:
Ciptakan proses yang kontinu untuk mengangkat permasalahan ke permukaan. Diantaranya :
• Konsep kerja yang kontinu tanpa waktu luang (idle) yang dapat memberikan nilai dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi.
• Ciptakan aliran, untuk menggunakan material dan informasi dengan cepat serta cepat mengaitkan proses dan orang agar menjadi satu kesatuan sehingga masalah dapat diangkatkepermukaan.
• Buat proses yang mengalir menjadi kenyataan sebagai bagian budaya organisasi . Ini adalah kunci untuk peningkatan kesinambungan yang sebenar-benarnya dan untuk pengembangan karyawan.
Prinsip 3 :
Gunakan sistim “tarik” (push pull) untuk menghindari produksi berlebih. Diantaranya:
• Beri pelanggan pada proses berikutnya dalam proses produksi dengan apa mereka inginkan, pada saat yang mereka inginkan dan jumlah yang mereka inginkan.Pengisian kembali kembali material yang dipicu oleh pemakaian adalah prinsip just-in-time.
• Minimalkan barang dalam gudang siapkan sejumlah kecil berdasarkan apa benar-benar diambil oleh pelanggan.
• Tanggap terhadap permintaan pelanggan dari pada tergantung pada skedul komputer dan sistem demi untuk menulusuri yang mubazir
Prinsip 4 :
Ratakan beban kerja. (Bekerjalah seperti kura-kura dan tidak seperti kelinci). Diantaranya :
• Menghilangkan pemborosan hanya merupakan sepertiga dari persamaan untuk Lean berhasil.menghilangkan ketidakratakan dalam produksi juga sama pentingnya.
• Bekerja untuk meratakan beban kerja dari semua proses (cari alternatif dari beban) jangan berhenti pada saat mengerjakan proyek.
Prinsip 5 :
Bangun budaya berhenti untuk memperbaiki masalah dan untuk memperoleh kualitas yang baik sejak awal. Diantaranya :
• Kualitas bagai pelanggan menentukan value proposition Anda. Gunakan metode modern yang ada untuk penjaminan kualitas.
• Bangun kemampuan untuk mendeteksi masalah.
• Bangun sistem pendukung dalam organisasi Anda untuk menyelesaikan masalah dengan cepat dan melaksanakan penanggulangannya.
• Bangun kedalam budaya Anda filosofi untuk menghentikan atau memperlambat untuk memperoleh kualitas yang benar sejak awal dalam rangka meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang.
Prinsip 6.:
Standar kerja merupakan fondasi dari peningkatan berkesinambungan dan pemberdayaan karyawan. Diantaranya :
• Gunakan metode stabil, keteraturan waktu, keteraturan hasil proses Anda. Ini merupakan fondasi proses mengalir dan sistem tarik.
• Tangkap pembelajaran mengenai suatu proses yang terakumulasi hingga titik tertentu.
Perbolehkan ekspresi dan kreativitas individual standar tersebut kemudian masuk ke standar baru
sehingga ketika seorang pindah, Anda dapat menyerahkan pembelajaran ke orang yang
berikutnya.
Prinsip 7 :
Gunakan pengendalian visual agar tidak ada masalah tersembunyi. Diantaranya :
• Gunakan indikator visual yang sederhana untuk membantu orang menentukan dengan segera apakah mereka masih berada dalam standar atau sudah menyimpang.
• Hindari penggunakan layar komputer jika hal itu mengalihkan perhatian pekerja dari tempat kerjanya. Rancang sistem visual yang sederhana di tempat dimana pekerjaan dilakukan, untuk mendukung proses mengalir dan sistem tarik.
• Kurangi laporan Anda hingga menjadi satu lembar kertas jika memungkinkan.
Prinsip 8 :
Gunakan hanya teknologi handal yang sudah benar- benar untuk membantu orang- orang dan proses Anda. Diantaranya :
• Gunakan teknologi untuk membantu orang, bukan untuk menggantikan orang. Seringkali yang terbaik adalah memperbaiki suatu proses secara manual sebelum menambahkan teknologi untuk mendukung proses.
• Tenologi baru sering kali tidak dapat diandalkan dan sulit distandardisasi.
• Lakukan tes yang sebenarnya sebelum mengadopsi teknologi baru.
• Tolak atau modifikasi teknologi yang bertentangan dengan budaya Anda atau mungkin mengganggu stabilitas, keandalan.
• Implementasi dengan cepat teknologi yang telah benar-benar dipertimbangkan.
Menambah Nilai untuk Organisasi dengan Mengembangkan Orang dan Mitra kerja Anda.

Prinsip 9.
Kembangkan pemimpin yang benar-benar memahami pekerjaannya, menjiwai filosofi, dan mengajarkannya kepada orang lain. Diantaranya :
• Kembangkan pemimpin dari dalam organisasi dan bukan membeli mereka dari luar organisasi.
• Jangan memandang pekerjaaan seorang pemimpin hanya sekedar menyelesaikan tugas dan memilki ketrampilan mengelola orang. Pemimpin harus menjadi panutan dalam filosofi perusahaan dan melakukan bisnis.
• Seorang pemimpin yang baik harus memahami pekerjaan sehari-hari secara detil sehingga dia dapat menjadi guru terbaik untuk filosofi perusahaan Anda.
Prinsip 10.
Kembangkan orang dan kelompok yang memiliki kemampuan istimewa, yang menganut filosofi perusahaan Anda. Diantaranya :
• Ciptakan budaya yang kuat dan stabil di mana nilai-nilai dan keyakinan perusahaan dianut dan dijiwai selama periode bertahun-tahun.
• Latih individu dan kelompok yang memiliki kemampuan istimewa utuk bekerja sesuai filosofi perusahaan.
• Gunakan tim lintas fungsi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas serta meningkatkan aliran proses dengan menyelesaikan masalah yang sulit.
• Upayakan kerjasama kelompok merupakan sesuatu yang harus dipelajari.
Prinsip 11.
Hormati jaringan mitra dan pemasok Anda dengan memberi tantangan dan membantu mereka melakukan peningkatan. Diantaranya :
• Hormati mitra dan pemasok Anda dan perlakukan mereka seakan-akan perpanjangan bisnis Anda.
• Beri tantangan pada mitra bisnis Anda agar tumbuh dan berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa Anda menghargai mereka. Tetapkan target yang menantang dan bantulah mitra Anda mencapainya.
Menyelesaikan Akar Permasalahan Secara Terus menerus Untuk Mendorong Pembelajaran Organisasi.
Prinsip 12
Pergi dan lihat sendiri untuk memahami situasi sebenarnya. Diantaranya :
• Selesai masalah dan tingkatkan proses dengan datang kesumber permasalahan dan secara pribadi mengamati dan memverifikasi data bukan hanya berteori berdasarkan apa yang dikatakan orang lain atau ditunjukkan dilayar komputer.
• Berpikirlah dan berbicaralah berdasarkan data yang telah Anda verifikasi sendiri. Para manajer dan eksekutif tingkat tinggi harus pergi dan melihat masalah yang ada, sehingga mereka akan memliki lebih dari sekedar pemahaman yang dangkal terhadap situasi.
Prinsip 13 :
Buat keputusan secara perlahan-lahan melalui konsesus, pertimbangkan semua pilihan dengan seksama; kemudian implementasikan keputusan itu dengan sangat cepat. Diantaranya :
• Jangan mengambil satu arah tunggal saja dan menjalankan yang satu itu saja sebelum Anda mempertimbangkan seluruh alternatif dengan seksama.
Prinsip 14.
Menjadi suatu organisasi pembelajar melalui refleksi diri tanpa kompromi (gansei) dan peningkatan berkesinambungan (kaizen) . Diantaranya :
• Setelah Anda mendapatkan proses yang stabil, gunakan alat berkesinambungan untuk mencari akar penyebab dan terapkan penanggulangan dengan efektif.
• Rancang proses yang hampir tidak memerlukan persediaan. Ini akan membuat waktu dan sumber daya yang disia-sia kan.
• Lindungi pengetahuan dasar organisasi dengan mengembangkan personil yang tetap, promosi secara perlahan, dan sistem suksesi yang sangat hati-hati.
• Gunakan bansei (refleksi diri) pada tahap-tahap penting dan kembangkan jalan keluar untuk menghindari kesalahan yang sama.
• Belajar dengan menstandarisasikan praktik-praktik terbaik dan tidak menemukan ulang hal yangsama dengan setiap proyek baru dan setiap manajer baru

Toyota Way memperkenalkan pemikiran inti di luar Jepang dan menjelaskan kepada para manajer, di berbagai lingkungan para pekerja maupun eksekutif, industri manufaktur maupun industri jasa, bagaimana meningkatkan proses bisnis mereka secara dramatis dengan :
• Menghilangkan pemborosan waktu dan SDM.
• Membangun kualitas ke dalam sistem tempat kerja.
• Menemukan alternatif yang murah tetapi handal untuk mengganti teknologi baru yang mahal.
• Menyempurnakan proses bisnis.
• Membangun budaya belajar untuk peningkatan berkesinambungan






III PENUTUP
Dalam era persaingan global yang sangat kompetitif seperti ini perusahaan yang ingin terus bertahan maupun menjadi tolok ukur perusahaan lainnya dalam suatu lingkungan bisnis hal utama yang dibutuhkan dari perusahaan tersebut adalah karakter perusahaan visi dan misi perusahaan leadership dan tentu saja budaya perusahaan itu sendiri yang menjadi topik pembahasan pada tulisan ini.Budaya Toyota corp tidak dibangun dalam jangka waktu yang singkat melainkan dibangun melalui suatu proses yang panjang sehingga kebiasaan yang dilakukan perusahaan secara bekesinambungan tersebut menjadi budaya yang melekat bagi perusahaan.
Toyota dalam perjalanan bisnis-nya telah mengalami berbagai tantangan untuk tetap bersaing dengan perusahaan otomotif lainnya,dan dengan budaya perusahaan (budaya jepang) yang tetap dijunjung tinggi dan terus dipertahankan dan terus menerus melakukan inovasi untuk kemajuan perusahaan jadilah Toyota Corp sebuah perusahaan otomotif raksasa yang mampu bersaing di pasar internasional.Mungkin pesaing toyota mampu meniru apa yang dilakukan oleh Toyota tetapi ada satu hal yang tidak bisa di ikuti oleh pesaing yaitu budaya perusahaan.
Dengan adanya penjelasan Toyota way maka kita bisa melihat apa budaya yang ada dalam perusahaan,ternyata kebudayaan yang terus memperbaiki diri inovatif dan menjadi lebih baik merupakan suatu hal yang sulit untuk dilakukan dalam waktu yang singkat karena menurut chairman Toyota K.Tanabe untuk mempelajari budaya Toyota itu membutuhkan waktu yang panjang.
Maka bangunlah budaya perusahaan saat perusahaan didirikan dan tirulah budaya kesuksesan perusahaan raksasa seperti Toyata bagaimana mereka membangun budaya perusahaan yang inovatif dan selalu ingin menjadi yang utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berikan saran dan komentar anda untuk perbaikan penulisan blog ini