Kamis, 07 Oktober 2010

struktur pemerintahan indonesia

PEMERINTAHAN INDONESIA REGULASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAHAN (BAKUN) DASAR HUKUM 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. 2) INDISHE COMPTABILITEISTWET (ICW) atau Undang-undang perbendaharaan Indonesia (UUPI). 3) Undang-undang APBN atau APBD. 4) Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Pemerintahan daerah. 5) Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan Keuangan pusat dan Daerah. 6) Keputusan presiden (KEPPRES) tentang pelaksanaan APBN atau APBD. 7) Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan pusat dan daerah. TUJUAN dan PERANAN 1) Penyusunan standar akuntansi keuangan pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya. 2) Penyusunan laporan keuangan pemerintah untuk menanggulangi masalahakuntansi yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan pemerintahan. 3) Aparat pengawasaan fungsional yang mempunyai tugas untuk memeriksa laporan keuangan pemerintahan dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan pemerintah. 4) Para pemakai untuk menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintahan yang telah disusun sesuai standar keuangan pemerintah.



SISTEM PEMERINTAHAN LEMBAGA DAN STRUKTUR PEMERINTAHAN MAJELIS PERWAKILAN RAKYAT Fungsi dan Kewenangannya o Lembaga Tinggi Negara. o Menetapkan dan mengubah Undang-undang . o Melantik Presidan dan Wakil Presiden. o Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. o Memilih wapres atas calon yang di usulkan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wapres. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Fungsi dan Kewenangannya o Pemegang kekuasaan Legislasi o Memiliki tiga fungsi; Legilasi, anggaran dan Pengawasan o Mempunyai hak:Interpelasi, angket dan menyatakan Pendapat o Setiap anggota dewan memiliki hak:Mengajukan Pernyataan, Menyampaikan usul dan Hak Imunitas. DEWAN PERWAKILAN DAERAH Fungsi, Kedudukan dan Kewenangan o Berwenang mengajukan Rancangan Undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan:otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan Sumber daya alam dan Syumberdaya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuanagn pusat dan daerah. o Ikut membahas Rancangan undang-undang tentang hal di atas. o Memberikan pertimbangan kepada DPR atau Rancangan Undang-undang tentang:APBD, Pajak, Pendidikan dan Agama. o Melakukan pengawasan atas Pelaksanaan Undang-undang tentang semua di atas dan menyampaikan hasil pengawasan tersebut kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk di tidaklanjuti. PRESIDEN Fungsi dan Kewenangannya o Presiden dan wakil presiden dipilih sebagai satu pasang secara langsung oleh rakyat. o Masa jabatan 5(lima)tahun, dibatasi maksimal 2 9dua) kali. o (hanya) berhak mengajukan Rancangan Undang-undang ke DPR. o Tidak bisa membekukan dan atau membubarkan DPR. o Menganggat duta dan menerima duta dari negara lain, dengan pertimbangan DPR. o Member grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA. o Memberi amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR. DPA Fungsi dan Kewenangannya Sudah tidak ada lagi, sesuai dengan UU 1945 pasal 16, presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada presiden. BPK Kedudukan, Fungsi dan Kewenangannya o Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. o Hasil pemeriksaan tersebut diberitahukan ke DPR, DPD, dan DPRD. o Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan Pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. MAHKAMAH AGUNG Kedudukan, Fungsi dan Kewenangannya o Pemegang atau pelaksana kekuasaan yudisiil bersama dengan MK. o Mengelola (puncak) lembaga-lembaga peradilan:umum, agama, Militer, dan TUN. o Pengadilan pada tingkat kasasi dan judicial review atas peraturan perUndang-undangan di bawah Undang-undang terhadap undang-undang. MAHKAMAH KONSTITUSI Kedudukan, Fungsi dan Kewenangannya o Judicial review atas undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. o Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan Undang-Undang Dasar. o Memutuskan pembubaran partai politik. o Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. o Memberikan putusan atas pendapat DPR atas dugaan pelanggaraan leh presiden dan wakili presiden. KOMISI YUDISIAL Kedudukan, Fungsi dan Kewenangannya o Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. o Berwenang mengusulkan calon penganggkatan hakim agung kepada DPR , dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. o Jumlah anggota 9 orang terdiri atas; 3 orang mantan hakim angung, 2 orang advokat, 2 orang tokoh masyarakat atau agama, 2 orang akademisi. Dalam melaksanakan tugas sehari-harinya yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 maka Presiden di bantu oleh para Menteri, dan dalam kabinet periode 2009-2014 para menterinya sebagai berikut: 1. Menko Politik, Hukum, dan Keamanan: Marsekal TNI Purn Djoko Suyanto 2. Menko Perekonomian: Hatta Rajasa 3. Menko Kesra: Agung Laksono 4. Menteri Sekretaris Negara: Sudi Silalahi 5. Menteri Dalam Negeri: Gamawan Fauzi 6. Menteri Luar Negeri: Marty Natalegawa 7. Menteri Pertahanan: Purnomo Yusgiantoro 8. Menteri Hukum dan HAM: Patrialis Akbar 9. Menteri Keuangan: Sri Mulyani 10. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: Darwin Zahedy Saleh 11. Menteri Perindustrian: MS Hidayat 12. Menteri Perdagangan: Mari Elka Pangestu 13. Menteri Pertanian: Suswono 14. Menteri Kehutanan: Zulkifli Hasan 15. Menteri Perhubungan: Freddy Numberi 16. Menteri Kelautan dan Perikanan: Fadel Muhammad 17. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi: Muhaimin Iskandar 18. Menteri Pekerjaan Umum: Djoko Kirmanto 19. Menteri Kesehatan: Endang Rahayu Sedyaningsih 20. Menteri Pendidikan Nasional: M Nuh 21. Menteri Sosial: Salim Segaf Aljufrie 22. Menteri Agama: Suryadharma Ali 23. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata: Jero Wacik 24. Menteri Komunikasi dan Informatika: Tifatul Sembiring 25. Menneg Riset dan Teknologi: Suharna Surapranata 26. Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM: Syarifudin Hasan 27. Menneg Lingkungan Hidup: Gusti Moh Hatta 28. Menneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Linda Agum Gumelar 29. Menneg Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: EE Mangindaan 29. Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal: Helmy Faisal Zaini 31. Menneg PPN/Kepala Bappenas: Armida Alisjahbana 32. Menneg BUMN: Mustafa Abubakar 33. Menneg Perumahan Rakyat: Suharso Manoarfa 34. Menneg Pemuda dan Olahraga: Andi Mallarangeng Pejabat Negara: 1. Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan: Kuntoro Mangkusubroto 2. Kepala BIN (Badan Intelijen Negara): Jenderal Pol Purn Sutanto 3. Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal): Gita Wirjawan LEMBAGA DAN STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH o Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. o Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. o Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. o Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. o Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. o Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. o Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. o Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. o Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota. o Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertim¬bangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan meliputi: a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiscal nasional; dan f. Agama. Dalam menyelenggarakn urusan pemerintahan Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan, Pemerintah dapat: a. Menyelengarakan sendiri sebagai urusan pemerintahan. b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintah kepada gubernur selaku wakil pemerintah. c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan atau pemerintah desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dalam penyelengaraan ini pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan. daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Antara lain: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulangan masalah sosial; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten atau kota. o. Penyelengaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten atau kota p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota. h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota. i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah Termasuk lintas kabupaten/kota. j. Pengendalian lingkungan hidup. k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota. l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten atau kota. o. Penyelengaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten atau kota p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintah daerah meliputi a. Bagi hasil pajak dan non pajak antar pemerintah daerah kabupaten atau kota. b. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama. c. Pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah d. Pinjaman dan atau hibah anttar pemerintahan daerah PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH o Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. o Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. o Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. o Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. o Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. o Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. o Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. o Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. o Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. o Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. o Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. o Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. o Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. o Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. o Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. o Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. o Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. o Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. o Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. o Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. o Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut RKPD, adalah dokumen perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk periode 1 (satu) tahun. o Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut Renja SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. o Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut RKA SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. o Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. o Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik Negara/Daerah. SUMBER PENERIMAAN DAERAH Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah; b. penerimaan Pinjaman Daerah; c. Dana Cadangan Daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan. PENDAPATAN ASLI DAERAH PAD bersumber dari: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah. Lain-lain PAD yang sah, meliputi: a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang; a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; dan b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor. DANA PERIMBANGAN a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus. . Bagian Kedua Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam, terdiri atas: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: a. kehutanan; b. pertambangan umum; c. perikanan; d. pertambangan minyak bumi; e. pertambangan gas bumi; dan f. pertambangan panas bumi. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut: a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; b. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan. 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: a. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan b. 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut: a. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota. 20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebesar 20% (dua puluh persen), Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh dibagi antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota, Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21, dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh persen) untuk kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk provinsi. Penyaluran Dana Bagi Hasil dilaksanakan secara triwulanan. Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alamsebagai berikut: a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. b. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah. c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota. e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah. f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah. g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi: a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan b. 40% (empat puluh persen) bagian daerah digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil. Penerimaan Pertambangan Umum terdiri atas: a. Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti). Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah dengan rincian: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Perikanan terdiri atas: a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang ber-sangkutan; b. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% sebagai berikut: a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. dibagi masing-masing dengan rincian sebagai berikut: a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota penghasil; dan c. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas Bumi merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terdiri atas: a. Setoran Bagian Pemerintah; dan b. Iuran tetap dan iuran produksi. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada Daerah sebagaimana dimaksud dalam: a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan. Dana Alokasi Umum Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN antara lain: o DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. o Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. o Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pasal 28 Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia dan juga Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. LAIN-LAIN PENDAPATAN Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden. Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. PINJAMAN DAERAH Batasan Pinjaman Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 (1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan. Sumber Pinjaman Pinjaman Daerah bersumber dari: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah lain; c. lembaga keuangan bank; d. lembaga keuangan bukan bank; dan e. masyarakat. Jenis Pinjaman terdiri atas : a. Pinjaman Jangka Pendek; b. Pinjaman Jangka Menengah; dan c. Pinjaman Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek huruf a merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Menengah huruf b merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang huruf c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Penggunaan Pinjaman (1) Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. (2) Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan peneri-maan. (3) Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. (4) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Persyaratan Pinjaman a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah; c. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Prosedur Pinjaman Daerah (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah yang dananya berasal dari luar negeri. (2) Pinjaman kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah. (3) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah. (4) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing. Obligasi Daerah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Penerimaan dari investasi sektor publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas Daerah. Dalam hal Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah, Kepala Daerah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD dan Pemerintah. Penerbitan Obligasi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Persetujuan sebagaimana diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD. PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI Bagian Kesatu Asas Umum o Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. o APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. o APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi. o Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. o Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya. o Penggunaan surplus APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk membentuk Dana Cadangan atau penyertaan dalam Perusahaan Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Pasal 67 o Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah. o Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk mendanai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia. o Semua Pengeluaran Daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan keuangan lainnya yang sesuai dengan program Pemerintah Daerah didanai melalui APBD. o Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga. o APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan Keuangan Daerah. o Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. o Dalam hal APBD diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. o Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN, yang meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Perencanaan o Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah menyusun RKPD yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. o RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar penyusunan rancangan APBD. o RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan dalam RKA SKPD. o Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. o Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA SKPD diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 70 o APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. o Anggaran pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. o Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. o Anggaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pasal 71 o Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan RKPD kepada DPRD selambat-lambatnya bulan Juni tahun berjalan. o DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. o Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, Pemerintah Daerah dan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. Pasal 72 o Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA SKPD tahun berikutnya. o Renja SKPD disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. o RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. o Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. o Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya. Pasal 73 o Kepala Daerah mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. o DPRD bersama dengan Pemerintah Daerah membahas Rancangan APBD yang disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan. o Rancangan APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berikan saran dan komentar anda untuk perbaikan penulisan blog ini